Beranda Judul

Sunday 20 November 2011

Ekspresi Puisi Menentang Eksekuasi - Essai Oleh A.Kohar Ibrahim

Kreasi Puisi Ekspresi Menentang Eksekusi
Sekitar Aktivitas Kreativitas Tulis Menulis Di Luar Garis
(19)

Oleh : A.Kohar Ibrahim
*
Di sinilah sekarang
dan dari sini
kami bertekad :
bangkit
bangkitlah
demi kemerdekaan
maju
majulah
demi kemanusiaan
(Hersri Setiawan)
*
Mereka menyalakan api
menuntut demokrasi
menuntut hak azasi
menetang eksekusi
(Chalik Hamid)
*
Manifestasi Ekspresi Melawan Represi Eksekusi
KREASI N° 5 yang sedikit banyaknya mempertandakan cerminan « situasi sastra : sastra situasi » tanahair itu, istimewa sekali tersajikannya seberkas karya tulis berkenaan dengan situasi yang gawat sekaligus mencemarkan cita bangsa Indonesia. Yakni berupa bukti dari manifestasi aksi pelanggaran HAM alias suatu kejahatan kemanusiaan, sebagai pelengkap kejahatan rezim Orde Baru lainnya, yakni Kolusi Korupsi Nepotisme alias KKN.

Pertanda yang merupakan cerminan sekaligus gema situasi pada saat itu, yang paling mncolok adalah perihal manifestasi aksi represi berupa eksekusi. Gema manifestasi aksi kejahatan kemanusiaan yang terkutuk dikutuk oleh opini internasional. Dalam Kreasi N° 5 itu tersajikan karya puisi berupa sajak-sajak dari Chalik Hamid, Agam Wispi dan Hersri. Seperti diutarakan oleh Pengantar Penyanji Kreasi itu, juga nyaris bareng, seperti laporan yang disusun oleh penulis Rahayati (alias A.Kohar Ibrahim) di Majalah Mimbar N° 1 Th 1990, berjudul : « Eksekusi Tapol Indonesia » (hlm 6-14).
« Medio Pebruari 1990 sejumlah tapol Indonesia yang telah dipenjara selama seperempat abad telah di-eksekusi dan yang lainnya diancam peng-eksekusi-an dengan segera », tulis saya pada alinea pertama (Mimbar hlm 6). « Hal ini telah menimbulkan rasa simpati terhadap para korban disertai berbagai rasa malu, aneh dan terutama sekali kemarahan terhadap Jenderal Suharto – baik di Indonesia maupun di luarnegeri. Gema pengeksekusian hukuman mati dan yang berkaitan dengannya itu terdengar di benua Australia, Asia dan Eropa. Dari kalangan resmi (pemerintahan) maupun bukan resmi, dari parpol maupun ormas, di media massa tulis maupun lisan dan televisi. »
« Di Eropa, dari kalangan resmi yang menaruh perhatian atas tindakan biadab dan untuk mencegah kelanjutannya itu tercermin dalam sikap Parlemen Eropa yang terdiri dari 12 negara itu, » lanjut saya. Selain secara tersendiri adanya pernyataan sikap dan tindakan kongkrit yang dilakukan oleh sejumlah menteri, PM Lubbers, Menlu Van Den Broek dan Menteri Pembangunan Y. Pronk dari Belanda sampai pada Presiden Republik Prancis Francois Mitterand. Belasan parpol dan ormas Prancis menyatakan protes mereka, termasuk tokoh-tokoh seperti Maxime Gremet dan Georges Marchais dari PK-Prancis. Di Belanda reaksi atas eksekusi juga cukup keras. Bukan saja dari orang Belanda sendiri, tapi juga mereka yang sedang berada atau berasal dari Indonesia. Seperti Wertheim, Yvette Lawson, Adnan Buyung Nasution, Francisca Fangiday, Liem Soei Liong, Hersri, Suparna, R. Nussy dan lainnya lagi.
Organisasi-organisasi internasional yang membela hak-hak azasi seperti Asia Watch yang berkedudukan di Hongkong dan Amnesti Internasional di Inggris gencar menyiarkan sikap mereka yang menentang pengeksekusian hukuman mati para tapol.
Semuanya itu digemakan dalam sejumlah media massa seperti Radio Australia, BBC, Radio & TV Belanda, koran-koran seperti L’Humanité, Le Monde (Paris), Le Soir (Brussel), De Warheid, De Volkskrant, Algemeen Dagblad (Amsterdam) dan banyak lagi. Sedangkan di Indonesia sendiri, setelah gema pengeksekusian menggaung di Eropa, cepat pula beberapa media massa menggemakannya, seperti Editor, Kompas, Tempo, Suara Pembaruan, In Fight, Angkatan Bersenjata dan sebagainya.
Di Prancis 12 organisasi telah membuat seruan umum untuk menyelamatkan keenam tapol terancam eksekusi : Ruslan Wijayasastra, Sukatno, Iskandar Subekti, Acep Suryaman, Bungkus dan Marsudi. Keduabelas organisasi yang mengeluarkan pernyataan solidaritas dan menyampaikannya kepada Presiden Republik itu adalah : MRAP, CGT, SNES, SNESUP, PCF, MJCF, UEC, UNEF, LCR, JCR, Comité de défense des droits de l’homme, S.O.S.-Racisme. Selain seruan, kemudian juga terjadi demonstrasi-deminstrasi oleh massa pemuda Prancis di depan Kedubes RI di Paris.
Di Belanda, begitu berita mengenai pengeksekusian tapol Indonesia tersia, segera timbul reaksi dari berbagai kalangan resmi maupun bukan resmi ; tokoh-tokoh terkemuka, parpol dan ormas menyatakan protes kemarahan mereka dengan berbagai cara. Dari pengumpulan tandatangan petisi, demonstrasi sampai aksi mogok makan.
Pemerintah Belanda adalah salah satu pemerintah dari Masyarakat Eropa, di samping Prancis, yang aktip menentang pengeksekusian hukuman mati dan berusaha menyelamatkan serta menawarkan suaka pada para tapol yang terancam pengeksekusian rezim Orde Baru.
Media massa Belanda cukup menyediakan ruang dan program mereka untuk menggemakan eksekusi tapol dan yang bertautan dengannya. Terutama koran De Warheid, De Volkskrant, Algemeen Dagblad dan Radio-tv Belanda.
Dalam wawancara dengan Radio Hilversum, Prof. Wertheim antara lain menyatakan bahwa untuk pertama kali pemerintah Belanda dan orang banyak juga di Belanda marah sekali atas pembunuhan di Indonesia yang dilakukan tanpa mempertimbangkan perikemanusiaan.
Dalam rangkaian wawancara itu, seorang ahli hukum dan bekas ketua LBH, Adnan Buyung Nasution yang sedang belajar di Utrecht, menyatakan perasaan sedih, kesal dan malu sekali. « Karena, kesan saya seolah-olah kita ini, bangsa kita dan negara kita ini rasanya tidak cukup peka dan tidak mampu untuk mengikuti dan memahami apalagi menyerap arus gelombang kemanusiaan yang sekarang sedang melanda di dunia ini. Paling tidak orang mengira bangsa kita ini bangsa aneh. Kalau di Eropa Timur perkembangan masyarakat lebih manusiawi, lebih menentang segala macam tirani dan kekerasan, di Rumania sendiri dihapuskan hukuman mati dan di Afrika Selatan Mandela yang 27 tahun ditahan akhirnya dibebaskan, kok negara kita, orang kecil setelah 25 tahun malah dibebaskan bukan untuk bebas tapi untuk ditembak mati. Sungguh tragis. Saya sedih sekali. »
Buyung menyatakan penyesalannya kepada para penegak hukum yang tak mampu memberi nasihat pada Presiden Suharto agar tidak membuat kesalahan yang fatal dan memalukan sambil mengingatkan, « kita mengklaim, kita mempunyai falsafah Pancasila. Bahkan asas kemnusiaan kita pakai embel-embel lagi. Kemanusiaan yang adil dan beradab. Di mana adil dan beradabnya kalau begini ? »
Dalam pada itu, waklil dari organisasi Hak-hak Azasi Tapol Liem Soei Liong antara lain menyatakan, bahwa pengeksekusian itu « betul-betul di luar batas perikemanusiaan. Kalau kita pikir mereka ini sudah ditahan 24 tahun. Kalau menurut kriteria hukum internasional, dihukum lebih dari 20 tahun itu berarti dihukum seumur hidup. Seumur hidup itu masih dieksekusi saya kira tidak ada taranya di dunia. »
Protes atas eksekusi tapol juga menggema, bahkan sampai ke ruang besar rapat umum « RMS » yang dihadiri oleh beribu-ribu orang Maluku pada tanggal 25 April di Den Haag. Salah seorang yang berpidato, R. Nussy dari organisasi GRR Nunusaku, selain secara jelas membedakan aspirasi fundamental rakyat Indonesia dari berbagai suku dengan sukuisme yang sempit, juga mengarahkan kecamannya kepada rezim Orde Baru. « Peristiwa eksekusi para tahanan yang sudah dipenjara selama lebih dari 20 tahun adalah bukti hidup tentang kekejaman dan kebiadaban Suharto », kata Drs. R. Nussy.
Demonstrasi-demonstrasi penting berlangsung di Den Haag pada tanggal 22 Pebruari, dan di Schiphol 5 April untuk « mengantar » keberangkatan Menteri Pembangunan Belanda Y. Pronk. Selain Komite Indonesia di Amsterdam, juga turut serta organisasi-organisasi lainnya seperti YPI, Aksi Setiakawan, GRR Nunusaku dan lain lain. Sedangkan « Initiatiefgroep tegen Executies in Indonesie » yang lahir secara spontan telah melakukan aksi-aksi membela hak-hak azasi manusia yang dilanggar oleh rezim Suharto. Aksi-aksi yang berlangsung di pusat kota Amsterdam itu berupa aksi mogok-makan yang dilakukan oleh sejumlah pemuda pelajar Belanda dan Indonesia, pengumpulan tandatangan petisi, manifestasi seni dan sebagainya. Dalam mana pelukis Resobowo tampil disamping beberapa seniman lainnya yang membacakan sajak-sajak mereka atau pertunjukan musik. Aksi mogok-makan berlangsung selama 10 hari. Menteri Pronk ketika kembali dari Indonesia, langsung dari lapangan terbang Schipol menemui para pemogok-makan di Beursplein Amsterdam dan menyatakan penghargaannya.
Demikian antara lain beberapa paragraf dari laporan Rahayati alias saya sendiri yang termuat di Mimbar N° 1 Th 1990 , terbit di bulan Mei itu. Sebagai tambahan gambaran « situasi tanahair : situasi sastra kita » Majalah Kreasi N° 5, istimewa sekali sajian karya puisi Chalik Hamid, Agam Wispi dan Hersri Setiawan seperti di bawah ini. (A.K.I.)
*
Sajak Sajak Chalik Hamid : Mogok Makan & Perhitungan
Mogok Makan
Oleh : Chalik Hamid
(Menentang eksekusi terhadap Ruslan Wijayasastra, Sukatno, Iskandar Subekti, Asep Suryaman, Bungkus dan Marsudi)
mereka menyalakan api
menuntut demokrasi
menuntut hak azasi
menentang eksekusi.
api menjadi unggun
menampar wajah marah
lapar mencengkam
dendam makin mendalam
hujan bukan rintangan
tofan menjadi kawan.
27 tahun di penjara
Mandela dibebaskan
25 tahun di penjara
lalu ditembak mati ( ?)
ah, kau yang kini berkuasa
tak punya hati
tak punya peri.
malam buta
api makin menyala
panas di Eropa
hangat di Indonesia.
kau bicara tentang pancasila
tapi mana hak-hak untuk manusia
kau menggonggong tentang pancasila
tapi kaulah pembunuh pancasila.
malam menjelang pagi
lapar makin mencengkam
malam menjelang pagi
orang-orang lapar akan bicara
di Indonesia dan di mana saja.
Amsterdam 6-15 april 1990.
*
P e r h i t u n g a n
Oleh : Chalik Hamid
ombak gulung-gemulung
halilintar sambar-menyambar
ada yang murung
ada yang gemetar.
sesudah malam larut
sesudah langit berkabut
besok ada perhitungan baru
yang lain kalah pemenang hanya satu.
ombak dan halilintar adalah rakyat
dialah pemegang sejarah
dialah pemenang sejarah.
*
Sajak Sajak Agam Wispi :
Sekuntum Bunga Untuk DNA Yang Dibunuh & Beursplein Amsterdam 1990
Sekuntum bunga untuk DNA yang dibunuh
Oleh: Agam Wispi
aku ingat sepatumu
yang usang capalan
namun matamu tak terbenam
ke sepatu usang yang capalan
tapi menelaah buku-buku
yang kemudian mengorbankan dirimu
karena buku-buku itu
menyuburkan cintamu
kepada rakyat pekerja
dan itu sepatu usang capalan
jadi rangkumanmu dalam sajak
itu huruf-huruf jadi palu dan bajak
menghayati kebangkitan
rakyat pekerja
ketika mereka menembakmu secara gelap
agar kebenaran tak boleh terbuka
kau telah membayar huruf-huruf dalam buku
dengan jiwa dan cinta yang gemerlap
sampai kini
juga di kemudian hari
dalam sejarah manusia beradap
kau tetap gemerlap
Amsterdam, 23 Mei 1990.
(« Sepatu usang » adalah salahsatu sajak DNA)
*
Beursplein Amsterdam 1990
Oleh : Agam Wispi
untuk mahasiswa
di mana saja
di pasar-bursa diperjualbelikan segala
perut negara dan jantung bangsa-bangsa
boleh tanya, dong : berapa sih harganya
satu kepala manusia di indonesia ?
cendekiawan bilang : orang dayak biadap
memenggal kepala orang untuk kejantanan
apakah diktator militer indonesia itu beradap
menghukum orang seumur hidup lalu dieksekusi
demi mempersolek kekuasaan ?
dan itu ribuan mayat di sungai-sungai ?
dan itu petani yang dirampas atau dibunuh ?
dan itu berondongan peluru terhadap muslim yang
memanjatkan doa kepada tuhan untuk demokrasi
dan itu 1001 razzia terhadap rakyat-kecil di jalanan ?
dan anak-anak tapol yang ditindas meski tak tahu
apa dosa orangtuanya ?
bukankah mereka yang menenggelamkan
kedung-ombo, merampas cinta saidja-adindanya multatuli
dan dibikin tenggelam ?
berapa juta dollar harga kebiadaban
kalian di pasar-bursa ?
duapuluhtujuh juta gulden untuk kepala enam orang
boleh tanya : berapa harga itu kemanusiaan ?
di halaman beursplein amsterdam
mereka yang mogok-makan
membela peradapan agar kemanusiaan
tidak dihina dan mati kelaparan
hangatkan tanganmu di api-unggun keadilan
juga kau yang membubuhkan tandatangan
guna menyelamatkan mereka
yang akan dieksekusi
juga kehadiranmu adalah nafas kehangatan simpati
jika kau santai di rumah dengan secangkir kopi
dan koran-pagi
jangan lupakan nama mereka-mereka ini :
ruslan wijayasastra, sukatno, iskandar subekti,
asep suryaman, i bungkus dan marsudi
kenangkan mereka guna diwariskan kepada tujuh turunan
tentang kebiadapan anjing-anjing gila
dan simpan jauh-jauh ke dalam hatimu
(ingatkah kau suami-isteri rosenberg dihukum-mati
di atas korsi-listrik mc carthy ?
lalu jean-paul-sastre mengutuk dalam sajaknya
…jika anjing-anjing sudah menjadi gila ! )
camkanlah : jika regu penembak berdiri
membunuh si enam-orang
atau siapapun lagi
adalah peluru eksekusi membunuh keadilan
kemanusiaan dan demokrasi
cemerlang air kanal di tepi damrak
membersitkan wajah kalian yang akan dihukum-tembak
dan bagimu hatiku meronta duka
dan memberontak
Amsterdam, 12 April 1990.
*
Sajak Sajak Hersri : Kompas, Simpati & Surat
K o m p a s
Oleh : Hersri
In memoriam munajid
munajid, tapol pulau buru, barak 4 unit XV Indrapura
suatu hari tertangkap membaca koran tua, ‘kompas’
tiga hari tiga malam ia diperiksa dan disiksa
ia mati. mayatnya dilempar di wai apo, di belakang markas
dia yang kemudian terbaring
dengan tangan terikat
dan geraham terkunci
sungguh lebih
dari seorang bandit
ketika dia diseret
ke depan kuasa bumi
dengan dada telanjang
tidak lebih
kecuali bertaruh mati
karena dia
anak dewasa
anak dewasa
di hadapan altar
peradilan di bumi
disiksa bukan diperiksa
diperkosa bukan ditanya
dia hanya
bisa bertahan
di dalam mulut
tertutup
selembar koran
ditelan
kata setajam siksa
diucapkan sudah
jari seruncing sangkur
diacuhkan sudah
kemudian
dia rebah
ada kompas
dalam napas
bergulung
dalam kubur
ada amanat
dari maut
bergema
dari kubur
Indrapura 1976.
*
S i m p a t i
Untuk semua pendukung aksi
Oleh : Hersri
anak muda melecut sejarah
maju !
kalian melangkah
terus !
biar mati
risau resah
dan berhenti
darah tumpah
lalu
semua orang lalu
tengadah
melihat mimpimu
dan mendengar
suara
seru
protesmu
lalu
semua orang lalu
menunduk ke tanah
bicara sama sendiri
dan mendengar
suara kesaksian sendiri
protesmu protes kita
perlawananmu perlawanan kita
hidup !
Amsterdam 14 April 1990.
*
S u r a t
buat ruslan wijayasastra dkk
Oleh : Hersri
Sekali lagi
dan untuk kesekian kali
mereka hendak mengotori
tanah air kita
dengan darah
orang-orang
yang berani bilang
tidak
Sekali lagi
dan untuk kesekian kali
mereka hendak membantai
dan membantun
anak-anak
dari Ibunya
tunas hidjau
dari Tanahnya
Sekali lagi
dan untuk kesekian kali
mereka hendak memancang
dan menopang
tiang-tiang eksekusi
lambang-lambang perlawanan
Beratus-ratus ribu
korban dituntut
demi telaga darah
pelampung tahta
tak kunjung kering
Beratus-ratus ribu
korban dituntut
dan terus dituntut
dan warna darah
wajah mereka dan tahta
tak kunjung redup juga
Amboi !
betapa mudah
peluru menyembur
betapa murah
dollar dihambur
betapa mudah
darah diminta
betapa murah
harga manusia
Tapi lihatlah
dari arus telaga darah
ladang-ladang tersirami
ladang kebangkitan
lahan perlawanan
dan musim pun akan datang
saat petani berpanen raya
Di sinilah sekarang
dan dari sini
kami berkata :
kami mau hidup
bersama istri anak saudara
dan semua !
Di sinilah sekarang
dan dari sini
kami berkata :
kami mau hidup
membangun hari esok
tanpa laras senjata
Di sinilah sekarang
dan dari sini
kami bertekad :
bangkit
bangkitlah
demi kemerdekaan
maju
majulah
demi kemanusiaan
Kemanusiaan dan kemerdekaan
air semangat
benih keberanian
lahan kebangkitan
Ayo !
Amsterdam 14 April 1990.
*
Demikian bagian akhir catatan memoar alias penegas-segaran kembali hasil terbitan berupa Majalah Kreasi N° 5 1989-1990. Kalau nomor 5 ini mempertandakan « Situasi Tanah Air Seni Sastra Kita » sekaligus menerapkan semangat yang dipesankan penyair Chairil Anwar untuk terjaga seraya mengasah pena, maka nomor 6 berkelanjutan dengan semangat selaras irama lagu Cornel Simanjuntak : « Maju Tak Gentar Membela Yang Benar. » *** (20.05.2008)
*
Catatan :
(1).Majalah Sastra & Seni KREASI (1989-1999) dieditori oleh A.Kohar Ibrahim, Penerbit : Stichting Budaya, Amsterdam. ISSN-0923-4934.
(2).Biodata A.Kohar Ibrahim: http://16j42.multiply.com/journal/item/635/; http://artscad.com/@/AKoharIbrahim/;
(3).Naskah ini disiar beberapa situs, antara lain ABE-Kreasi Multiply Site. Siar ulang di Facebook 20 November 2011 untuk penyegar ingatan dan menemukan pembaca lebih banyak lagi. (AKI)
*





Eksekusi II - Menembak buku menembak Manusia. Karya lukis Abe alias A.Kohar Ibrahim



A.Kohar Ibrahim, Basuki Resobowo (pelukis), Agam Wisp (penyair)i - seketika di RRT 1966 (foto dokumentasi AKI)

Sumber: Facebook - Abdul Kohar Ibrahim

1 comment:

Anonymous said...

Saya ingin membedakan apa yang dapat menahan diri dari lebah dalam roh tunggal bergerak begitu itu saja tidak yang tidak bisa mengubah sebuah jawaban yang benar.