Beranda Judul

Sunday 3 October 2010

Kertas


Kertas merah
didaur ulang menjadi merah jambu
terlalu sulit
merangkai bentuk wajah indahmu
sedangkan malam
memudarkan warna hati
hitam bertaburan bintang

07 September 2010

Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 03 Oktober, 2010

Gambar diambil dari link ini: Kertas dau Ulang

Waktu


Misalnya aku menjadi detik
ketika jam dinding mengabarkan
waktu kebahagiaan untukmu
izinkan aku mengabarkan
sesuatu kebahagiaan
sebelum mimpi indahmu
pergi menemani tidur

Ketahuilah wahai kekasihku
detak jantungku tak mampu
meneruskan kepercayaan
cintaku untukmu
bersabarlah menunggu
demi waktu yang tersisa untukmu

17 September 2010

Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 03 Oktober, 2010

Gambar diambil dari link ini: Waktu

Tuesday 21 September 2010

Hitam Pekat


Di balik lentera hati
ada beberapa insan kata
berhenti hanya tersenyum
dengan sedikit hembusan angin

Kedekatanku
tak pernah menimbulkan
kejiwaan dadakan
menghembuskan kata-kata
di daerah takdir tak bertepi

Seumpama kertas itu
hanya berwarna hitam
maka hitamlah ratapan kita
tak terlihat dengan mata telanjang

2010

Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 19 September, 2010

 Gambar diambil dari link ini: Kertas Hitam

Friday 17 September 2010

"dua penyair di balik bing" - jojo mohak jalang dan delima de wilde sri"

"dua penyair di balik bing" - jojo mohak jalang dan delima de wilde sri"

oleh Jojo Jalang pada 26 Maret 2010 jam 0:11
Penulis: Hudan Hidayat


jojo jalang
cinta di balik puisi

Lembaran lama diantara sejuta puisi
Ini ada sedikit diksi tertunda ke beranda matamu
Dikala malam menjemput mimpi-mimpi indah
Menemanimu bersemayam lembaran puisiku
Ketika untaian kata bertegur sapa dengan ingatan
Beberapa ucapan kegelisahanku berserakan
Diantara lembaran putih untukmu

Ini ada sedikit puisi
Di balik sejuta daya imajinasiku
Beberapa bulan yang lalu
Dengan berat hati
Aku berkata padamu
“Cinta di balik puisi”

2010



delima de wilde sri
malam terakhir

Kunyalakan lilin hati
Hanya untuk kita
Kutuangkan anggur putih
Untukmu agar tak letih

Kusajikan hidangan untukmu
Kutuangkan minuman cintaku
Kusajikan lagu asmara
Untuk cinta nan membara

Indah betapa indahnya
Mesra malam itu kita berdua
Namun sayang seribu sayang
Cinta itu ada penghalang

Pada akhir
Kitapun harus berpisah


------------------------------------------



bing slamet telah meninggal dan penyanyi titiek puspa mengabdikannya dalam lagu yang tenar - bing, katanya, yang kini sedang saya dengar dari youtube. saya mendengar grace simon seolah melihat satu masa di mana hidup tak ada yang pasti. kini pun hidup tak ada yang pasti. kapan kapan hidup bisa direnggut oleh kematian, atau oleh kehilangan yang lain.

kapan kapan seperti itulah yang dicatatkan oleh dua penyair, yang oleh sifat kehilangannya yang kontras dengan lagu bing ini, saya lekatkan dalam satu tulisan, mencoba mengambil spirit lagu yang menjeritkan kematian dan kata yang menuliskan sebuah kehilangan.

apakah yang terjadi di puisi jojo jalang itu? jelas tak ada kematian di sana. hanya kehilangan, atau tepatnya: dua orang gagal untuk bertemu. oleh sebab apa mereka tak bisa bertemu? puisi tak mengatakannya. puisi hanya mencatat sebuah denyut hati dengan kata kata yang indah. saya kira manis. dan sifat manisnya kata ini yang membuat saya memainkan satu kemungkinan tafsir lain: lihatlah rambut sang penyair - mohak. mohak yang datang dari satu tradisi yang keras: dunia anak punk. dunia getir yang kita suka lihat di jalanan.

dunia yang bisa menggoda persepsi lain atas manusia yang tak familiar dengan gerak kita. tapi kini nyata memantul membalik ke dalam satu puisi yang romantis dengan pemakaian kata yang jauh dari dunia yang brutal.

"Lembaran lama diantara sejuta puisi
Ini ada sedikit diksi tertunda ke beranda matamu"

alangkah manis kata kata itu. manis yang pedih. manis yang sayu. ataukah lagu bing ini yang telah menghanyutkanku, membuat hati jadi melankolik? tidak juga. bing memang menyayat dan kita tersayat oleh sebuah berita kematian yang dijeritkan oleh grace simon.

sifat kata yang dimainkan penyair jojo jalang bukanlah kehilangan dalam arti kematian. hanya kehilangan saja - orang yang gagal bertemu dalam hidup nyata. tapi di sanalah ada ruang manis bernama kenangan. ruang pembayangan. sedang apa orang yang kita kenang itu kini? ah mungkin ia sedang mendengarkan musik seperti kita juga. atau mengapa tidak sedang membaca atau menulis puisi?

dari kenangan lama kita, ini ada sedikit diksi tertunda, yang kukirimkan ke berandamu, kekasih.

tapi kau di mana? sampaikah diksi yang tertunda itu kepadamu? tapi kau di mana?

kau di mana ini yang bermain main dalam novel sampar albert camus, saat grand yang malang mengenang kekasihnya yang telah pergi pada suatu hari natal. natal yang bahagia bagi semua orang. tapi tidak bagi grand dan penduduk kota oran yang lagi terkena bencana.

grand yang tua seakan hendak memeluk kaca yang menjual pohon natal. ia mengenang kekasihnya jeane yang kini entah di mana. kau di mana jeane. adakah kau baik di sana? aku di sini mengenangmu. aku tak bahagia kau pergi. tapi aku tak bahagia juga kita bersama lagi.

kenangan yang membuat manusia hidup. kenanganan yang memaksa penyair mohak jojo jalang mengirimkan satu kata yang indah kepada seseorang di sana:

ini ada sedikit kata yang tersisa, kukirimkan ke beranda matamu kekasihku.

*

"ini ada sedikit puisi
di balik sejuta daya imajinasiku"


puisi ini terus menunda kesimpulan apa yang terjadi di antara dua orang di sana. dua kata kunci yang dimainkannya hanya menunjukkan suasana kerinduan. suasana solitaire dirinya sendiri. sedang apa yang terjadi dia tak pernah mengatakannya. mengapa sejuta daya imajinasinya tak dikayuh ke dalam kenyataan tak pula datang melambai kepada kita untuk kita pahami. jadi puisi mengayunkan dirinya ke dalam dunia kenangan semata. hanya ingatan pada seseorang di sana. ingatan yang terkunci dalam larik pada baris kata di akhir puisi.

"beberapa bulan yang lalu
aku berkata padamu
cinta di balik puisi", katanya.

mengapa kata itu tak diucapkannya di beberapa bulan kemudian, sang penyair tak membukanya kepada kita pembaca. dia hanya meminta kita mengamati permainan kata katanya yang penuh melankoli hati itu.

"Beberapa ucapan kegelisahanku berserakan
Diantara lembaran putih untukmu"

kegelisahan apa yang ditoreh di lembaran putih dari hidup yang hendak baik itu, kita hanya bisa menduga duga saja.

hal yang sama terjadi dengan penyair delima de wilde sri, saat ia aku lirik begitu imajinatif datang pada kita dengan lilin di tangan, lilin yang ia letakkan di meja kenangannya yang terakhir, dan kita pembaca dimintanya untuk datang dengan lilin di meja kenangannya semacam itu.

"kunyalakan lilin hati
hanya untuk kita"

katanya.

dan seperti yang terjadi pada penyair jojo, delima pun tak menghadirkan tokoh puisinya pada meja kenangan di malam terakhir itu. lilin, santapan malam, juga anggur di sana, hanya ada dalam benak sang aku lirik dalam puisi. bukan sebagai fakta di meja makan di malam terakhir. perjamuan itu hanya ada dalam kayalan sang penyair. tapi kita diminta untuk mengikuti kenangannya. kita sendiri yang menghadirkan meja dari kenangan terakhir di malam terakhir puisi delima de wilde sri.

semua hanya terjadi dalam kenangan.

oleh sifat kehadiran hayal seperti itu, saya kira dunia bahasa datang pada kita dengan empasan emosi yang penuh. bahwa penyair menghadirkan kenyataan. tapi kenyataan yang hadir hanya kanyataan kenangan. maka terjadilah kenangan di balik kenangan. fiksi di dalam fiksi. semua tak nyata dan semua bisa didorong ke dalam benak manusia. kita pun masuk pada dunia ingatan kita sendiri. dunia kenangan dari masa yang mungkin jauh mungkin dekat dalam dunia nyata kita sendiri.

kenangan demi kenangan telah terjadi dan telah berlalu dalam hidup manusia. hidup dalam alam nyata dan hidup dalam hayal yang dihadirkan ke dalam bahasa.

dan tetap: apa yang terjadi di sana kita tak pernah tahu: mengapa sang aku lirik dalam puisi tak jadi bersatu dengan kekasihnya?

cinta kita ada penghalang, katanya. tapi penghalangnya apa? segeralah kita masuk kepada ingatan kita sendiri. kepada fakta hidup kita sendiri. bahwa apapun bisa terjadi. bahwa sebagian semua memang telah terjadi.

dunia bahasa yang universal itu kini masuk ke daerah subjektif dari tiap manusia. kita boleh bermain main mengisi apa penghalang yang diayunkan oleh penyair delima, ke dalam kasus hidup kita sendiri, atau hidup orang yang kita kenal dalam kenyataan.

"indah betapa indahnya
Mesra malam itu kita berdua
Namun sayang seribu sayang
Cinta itu ada penghalang

Pada akhir
Kitapun harus berpisah "

ya sudahlah delima dan jojo mohak jalang, kalau kalian tak mau membuka kenangan subjektif kalian kepada kami pembaca. biarlah kita sama sama memasuki dunia batin kita sendiri. mengisinya dengan kenangan pahit dan gembira dari hidup kita masing masing.

ya sudahlah. seperti kata penyanyi emilia contessa: hidup memang hampa, jojo, delima, dan embun azza.

tapi hampa yang indah.
hampa yang bahagia.

huhi



.............................................................................................................................

Ditulis 3 jam yang lalu • Komentari • Suka • Laporkan Catatan
Anda, 'Athan Wira Bangsa', Serigala Di Tepi Sunyi, dan 5 orang lainnya menyukai ini.

Embun Azza
Selalu indah, bahasa oh bahasa. Penutupnya indah, terimakasih Fa fa Huhi.. Hehe, sudah embun baca diberanda hati ini.




Jojo Jalang
Rindu kata dan kasih sayangnya, berada di catatan ini. Cintailah kata, walaupun tak mampu untuk bertemu dan berucap denganya. Begitu indah sajianmu ini Guru-ku.
I Love you Full.... ^_^



Serigala Di Tepi Sunyi
Melankoli,kehilangan,kenangan.

Menemu suatu nuansa rindu yang menurutku sangat liris.

Meja dengan lilin itu menyentuh sekali ya,bung.... Lihat Selengkapnya
Pun bait terakhir yang membentuk ruang yang lain namun menguatkan apa dan makna dalam puisi ini.

Syahdu deh..hehe.

Menantimu,bung..



Jurnal Sastratuhan Hudan
jangan ucapkan full kelak aku cepat mati hiks: aku mau hidup! mbah surip tak gendong hehe



Jurnal Sastratuhan Hudan
iya serigala. itu seperti perjamuan abad abad tengah ya. siap datang sambil menarik mengintip waktu. serigala sunyi seperti hudan yang sepi hati. oh betapa sepi di atas sana, serigala, kau dan aku tahu.



Serigala Di Tepi Sunyi
Oh..Hiks...
Yang sepi hati jadi melankolis..

Hiks...meja itu mengapa lilin ?.hiks..aku jadi iri tak sesepi itu seperti Delima itu.hiks..
... Lihat Selengkapnya
Indah ya..betapa sebuah kenangan ternyata dapat menembus ruang dan waktu.membuat kita memeras hasrat atau malah merelakannya atas nama cinta.oh ..cinta mu Jojo dan Delima.benar-benar sebuah puisi. Hehe

beli bir dulu ya..hehe.



Jojo Jalang
Hihihiiiii.... Maaf Guru-ku, tak akan Jojo ucapkan lagi kata-kata itu. Semakin kumerindukanya, "tak gendong ke cinta di balik puisi" Prikitiuuuu.... ٩(̾●̮̮̃̾•̃̾)۶



Jurnal Sastratuhan Hudan
hehe layaw - mari berlayar



Jojo Jalang
Berlayar menuju ketepian hati



Jurnal Sastratuhan Hudan
nah itu dia puisi serigala sunyi, puisi yang paling ih akyu suka: ai laik it: beli bir dulu ya hihihi


Jurnal Sastratuhan Hudan
syarat penciptaan: mabuk mabuk.


Jojo Jalang
Guru-ku, minta ijin di copas ke catatan Jojo ya. Bolehkan?
^_^


Jurnal Sastratuhan Hudan
tak. boleh. tak. boyeh dink hehe haiwe star mari naik unta ramai ramai hehe


Jojo Jalang
Hihiiiii... terimakasih Guru-ku.
Ikuttt.... Tunggu Jojo di padang pasir cintanya Unta.

.............................................................................................................................

*Maaf, jika hanya bisa mengcopaskan saja. Harap maklum. ^_^
Di copy dari link-nya Guru Hudan Hidayat

Link-nya :
Jurnal Sastratuhan Hudan
http://www.facebook.com/note.php?note_id=377741492545

Link-nya:
Jojo Jalang
http://www.facebook.com/note.php?note_id=413497935490



*Biar lebih asli, makanya di copas habis dan tanpa di edit ulang... :)

Sunday 29 August 2010

Renungan Malam

Karya: Deddy Firtana Iman


Kau telah menyingsut kedinginan

betapa kenestapaan itu terjalin sepi

menandakan bintang-bintang kian

tersenyum melihat bulan di dekat

landasan perbaringan mengapai takdir
mimpi

tiada kata untuk mengucapkan salam
perpisahan

di antara bayangan kerinduan untukmu

sebelum mengapai pagi


(Agustus 2010)

Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 29 Agustus, 2010

Sunday 25 July 2010

Sempurna Terdiam Sepi


Karya Deddy Firtana Iman

Lihatlah
hamparan pasir di pantai

Berjalanlah
memakai alam pikiran kesegaran hati

Jangan berhenti
penyesalan menghantui dirimu
dan tetap berjalan

Rasakanlah air asinnya
basuhlah kedua tanganmu
dan rasakan kesempurnaan
tanpa terdiam sepi
karena angin menemanimu
disetiap langkah kakimu



2010

Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 25 July 2010

Sunday 9 May 2010

Tak Ingin Usai

Bahwasannya aku

masih menyisakan waktu

bermanja pada wujudmu



Tak ingin usai

walaupun kusudahi

kesempatan untuk menemui

disetiap jarak isi hati

dengan segalagala hari

hingga kuakui



Aku tak ingin usai

dicintai dan dimengerti

oleh sebuah hati

dari dirimu sendiri



2010

Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 09 Mei, 2010

Sunday 25 April 2010

Ayah

Doakanlah untuknya

yang telah membesarkanmu

walaupun wujudmu

menangisi kepergianya

Kusadari

semuanya tiada yang abadi

walaupun kita berdiri

di tepian waktu sekian hari

Dan hari ini

aku juga mendoakanmu

dan Ayahmu juga

Amin


2010


*Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 25 April 2010

Puisi ini kupersembahkan untuk berpulang ke rahmatullah, Ayahanda dari sahabatku T Arizona. Semoga segala amalan ibadah Beliau diterima oleh Allah SWT, dan segala kesalahannya diampuni oleh Allah SWT, serta T Arizona beserta seluruh keluarga yang ditinggalkan diberikan ketabahan dan keikhlasan. Amin ya Rabbal Alamin.

Sunday 18 April 2010

Puisi Jaga Malam

Malam dingin

aku melamun tentang kesepian kota

terhenti dengan neon perkampungan sudut

kota

apa ada gerangan menjerit duka

dengan berpura-pura mabuk di dekatku

melirikku dengan untaian lagu kesepian

Inilah kota juang

yang dibicarakan orang-orang dungu

tentang pejuang yang gagal

tanpa ada cacat sedikitpun

melarikan diri dari kepungan kematian.

Cahaya inilah buktinya,

terus-menerus melirik jawaban kebena-

ran,

tentang hilangya prajurit kami.

2009


*Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 18 April 2010

Monday 12 April 2010

Air Mata Ibu

Karya: Deddy Firtana Iman


Ibu mengayuh tangan

menghajar batu kekal

di tepi gunung yang jurangya memikat

kematian


Pulang-pulang

tanganya berlumuran darah

baju basah kuyub

segoni batu-batu telah didapatnya

dengan perasaan yang galau

penuh tanda tanya yang mengherankan

“untuk apa kita hidup

hanya berbekal penipuan yang angkuh

sirna dihapus hujan

tidak abadi di hinggap matahari”


Kami semuanya terdiam

mendengar jerit hatinya

mulai mengeluarkan air batu

dari bola matanya yang resah

aku pikirkan jerit hatinya

tentu saja tapak tanganya

tiada berhenti untuk bekerja

memenuhi kebutuhan kami

hingga Ibu meninggal dirintih kesakitan

oleh hidup melarat kemiskinan


(2009)


*Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 11 April 2010

Sunday 4 April 2010

Isyarat Kematian

Karya: Deddy Firtana Iman

Usiaku
mulai meninggi
dusta nestapa melingkar leher
Ribuan keji munafik tercipta
agama terlupakan

Malaikat mulai mendekat
memperlihat senjata
wujudku membisu

Iblis dan setan-setan mulai tersenyum
Memiliki teman dikemudian harinya
Isyarat kematian untukku

Inilah
aku, lelaki pendusta itu
yang engkau cari
yang selama ini membunuhmu

Lihatlah aku
dan tataplah wajahku


*Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"
Minggu, 04 April 2010