Nota Ringkas
Oleh A.Kohar Ibrahim
KERAP kali datang
rangkaian pertanyaan dari kalangan generasi muda sekaitan dengan
aktivitas-kreativitas tulis menulis. Salah satunya pertanyaan tentang
kepenyairan. Seketika aku jadi teringat sekian waktu yang lalu, nada ranya
nyaris serupa pun diajukan kepada penyair Sejuta Puisi Hasan Aspahani. Yang
memberi jawaban cekak-aos: Penyair ya menulis syair.
Dalam variasi ekspresi
lainnya, aku sering bilang bahwasanya: Penulis ya menulis dan pelukis ya
melukis. Hasil nyata kreativitas bukti utamanya. Sekaligus bukti
esksistensinya.
Begitulah anggap
tanggapanku akan sorang seperti Deddy Firtana Iman, kelahiran Banda Aceh 21
Juni 1986. Penerima pendidikan setelah di SMA Negeri Banda Aceh lantas lanjut
ke FKIP UNSYIAH Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.
Maka tak mengherankan
jikalau putera Negeri Serambi Mekah ini punya perhatian pada kesusastraan dunia
umumnya, khususnya Indonesia. Salah satu sosok penyair dunia yang dikenalnya
adalah penyair Chili: Pablo Neruda. Dan tak heran kalau dia suka membaca, khususnya
sederetan sastrawan dan penyair Indonesia. Seperti antara lain Chairil Anwar,
Joko Pinurbo, WS Rendra, Wiji Thukul dan sudah tentu Pramoedya Ananta Toer yang
ujar katanya dijadikan Kutipan yang paling disenangi: “Kalian boleh maju dalam
pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa
mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”
Maka tak heran pula,
wajarlah, jikalau Deddy mengayomi itikad menjadi penulis atau penyair yang
berkemampuan menyampaikan sesuatu yang bermakna demi menggugah kesadaran
manusia sesamanya. Suatu itikad selaras kesadaran yang mendasar.
ITIKAD Deddy memang
layak simak layak perhatian lantaran selain mendasar sekalian juga mengantar
hari depan. Dan sudah terbuktikan oleh hasil kreasi pulisi berupa sajak-sajak
yang disiar di beberapa media cetak pun elektronika. Seperti antara lain
“Serambi Indonesia” dan “Harian Aceh” edisi Minggu serta di Majalah “Lensa
Unmuha”. Juga naskah puisi termaktub dalam antologi “Tsunami Kopi” dan“Lelaki
Di Gerbang Kampus”.
Kesan yang diperoleh
dari menyimak berkas sajak-sajak Deddy Firtana pertama-tama iyalah
kekonsekwenannya menghayati itikadnya dan selanjutnya terkesankan pula akan
bakatnya sebagai penyair berkesadaran untuk apa menulis itu. Puisinya rangkai
kata kata lugas tertata apik, sarat ungkapan berirama sederhana tanpa
keganjenan intelektualita yang tak mudah tercerna bagi pembaca kebanyakan.
Puisinya nyanyian jiwa – karenanya mampu menyentuh sesamanya. Puisinya lagu
manusia.yang bervariasi dalam ekspresi juang perjuangan hidup kehidupan. Suka
dan duka kehidupan. Berdimensi lokal sekaligus internasional global. Seperti
ungkap mengungkapkan manifestasi aksi kekerasan alam Tsunami. Seperti
manifestasi aksi kekerasan sang pembelah batu demi cari rezki – semata mata
bukti bakti Sang Ibunda membesarkan anak-anaknya. Seperti perhatian sekalian
perasaan simpatinya pada perjuangan rakyat Palestina melawan tindak
ketidak-adilan dan kekerasan Israel. Seperti juga pengungkapan tentang
peristiwa yang berawal dari Gerakan 30 September 1965 dan kelanjutannya berupa
Tragedi Nasional.
Berikut ini saya
turunkan beberapa kreasi puisi berupa sajak-sajak Deddy Firtana Iman sebagai
perkenalan pertama.
*
Kumpulan Puisi
Karya: Deddy Firtana
Iman
Coretan penuh makna
Goresan penuh sukma
Aku menuliskan puisi
Sambil melamun sendiri
Di antara mimpi suci
Satu dua tiga
Jadilah cerita cinta
Puisi lengkap nada
senja
Dan puisiku melanglang
buana
Di antara mimpi tertunda
2009
*
Air Mata Ibu
Karya: Deddy Firtana
Iman
Ibu mengayuh tangan
menghajar batu kekal
di tepi gunung yang
jurangnya memikat
kematian
Pulang-pulang
tanganya berlumuran
darah
baju basah kuyub
segoni batu-batu telah
didapatnya
dengan perasaan yang
galau
penuh tanda tanya yang
mengherankan
“untuk apa kita hidup
hanya berbekal penipuan
yang angkuh
sirna dihapus hujan
tidak abadi dihinggap
matahari”
Kami semuanya terdiam
mendengar jerit hatinya
mulai mengeluarkan air
batu
dari bola matanya yang
resah
aku pikirkan jerit
hatinya
tentu saja tapak
tangannya
tiada berhenti untuk
bekerja
memenuhi kebutuhan kami
hingga Ibu meninggal
dirintih kesakitan
oleh hidup melarat
kemiskinan
(2009)
*Dimuat di koran lokal
"Harian Aceh"
Minggu, 11 April 2010
*
Palestina
Karya: Deddy Firtana
Iman
Terluka, kaku dan kelaparan
Dihantam duka keganasan
Israel
Doaku untukmu
Walaupun kutahu
Negaramu masih terancam
mencekam
Sudikah diriku
Mengorbankan nyawaku
untukmu
Kurasa belum cukup akan
Mayat yang
bergelimpangan di hadapanmu
2009
*
Uang Rakyat
Karya: Deddy Firtana
Iman
Tersenyumlah dengan
kemewahan
Bangga akan kemenangan
Harta kekayaan demi
kekuasaan
Uang rakyat dan
penindasan
Kami tertindas
Merasakan terhempas
Oleh penguasa yang
beringas
Pejabat duduk hingga
puas
Semuanya serba pas
Hingga rakyat tewas
Lalai akan tugas
2009
*
Januari
Karya: Deddy Firtana
Iman
Korban kekerasan
Tikamlah aku
Sebelum saatnya
Korban keganasan
Injaklah aku
Sebelum kumarah
Korban kebohongan
Tipulah aku
Sebelum kusadar
Korban kebencian
Hinalah aku
Sebelum aku pergi
Januari
Itulah cerita negeri
kami
Para penjilat lidah
menari
Sebelum esok berganti
Juni
2009
Dimuat di majalah
"Lensa Unmuha" edisi VI/Maret 2009
*
Munajat Burung Merak
Karya: Deddy Firtana
Iman
Siapa sangka
Tulisannya telah
tertulis di batu nisan
Hingga tertidur dengan
senyum
Hingga hujan pun
membasahi kota kami
Mendengarkan
kepergianya
Hilang sudah
Suaranya yang bergetar
itu
Kepakan sayapnya yang
megah itu
Warna yang merekah itu
Kembali kepadaNya
2009
Dimuat di koran lokal
"Harian Aceh"
Minggu, 13 September
2009
*
Munajat Natijah
Karya: Deddy Firtana
Iman
Kebahagianku dariMu
Milikku adalah milikMu
Segalanya.
Kesabaranku belum dapat
diukur
Dengan keimananku
Tunjukkanlah jalanMu
Semoga aku dapat
menikmati buah Kurmamu
Ketika Ramadhan
berkumandang Sahur
Terwujudlah kesabaran
dan keimananku untukMu
Buah-buahan
Kenikmatan tiada tara
Setara atau pun tidak
Adalah milikMu
Munajat Natijah
2009
Dimuat di koran lokal
"Harian Aceh"
Minggu, 13 September
2009
*
Gerakan 30 September
Karya Deddy Firtana
Iman
Ade Irma Suryani
Nasution
Si gadis kecil
dipelukan ibunya
terdiam berbalut perih
tertembak!
Kebengisan mereka
mengudara
ke pusat ketakutan
manusia
bercampur bingkisan
kematian
Lubang Buaya tertutup
darah
setelah penangkapan
pembantaian sayap kanan
membanjiri Sungai
Brantas
“terbendung mayat”
Monumen Pancasila Sakti
bertaburan bunga-bunga
kesedihan
tentang kepergian
Pahlawan Revolusi
Tangisan Ketakutan
Indonesia
melahirkan
manusia-manusia
penindasan berlandaskan
Pancasila yang kaku
atau ompongnya
ketuhanan
terhadap diri sendiri
Suara rentetan senapan
suara jeritan kematian
suara ancaman
penindasan
dan suara peguasa
masih menghantui kita
Indonesia
memperkuat boneka
kekuasaan
terjebak sejengkal isi
perut
dan kematian mengejar
manusia sebatas
kebohongan
*
Catatan :
Nota Ringkas A.Kohar
Ibrahim « Deddy Firtana Iman Sang Penyair » ini pertama disiar Facebook 5
Oktober 2011.
* Deddy Firtana Iman
Deddy Firtana Iman
Sumber: Abdul KoharIbrahim
No comments:
Post a Comment