Beranda Judul

Sunday, 11 December 2011

Deddy Firtana Sang Penyair



Nota Ringkas

Oleh A.Kohar Ibrahim

KERAP kali datang rangkaian pertanyaan dari kalangan generasi muda sekaitan dengan aktivitas-kreativitas tulis menulis. Salah satunya pertanyaan tentang kepenyairan. Seketika aku jadi teringat sekian waktu yang lalu, nada ranya nyaris serupa pun diajukan kepada penyair Sejuta Puisi Hasan Aspahani. Yang memberi jawaban cekak-aos: Penyair ya menulis syair.

Dalam variasi ekspresi lainnya, aku sering bilang bahwasanya: Penulis ya menulis dan pelukis ya melukis. Hasil nyata kreativitas bukti utamanya. Sekaligus bukti esksistensinya.

Begitulah anggap tanggapanku akan sorang seperti Deddy Firtana Iman, kelahiran Banda Aceh 21 Juni 1986. Penerima pendidikan setelah di SMA Negeri Banda Aceh lantas lanjut ke FKIP UNSYIAH Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.

Maka tak mengherankan jikalau putera Negeri Serambi Mekah ini punya perhatian pada kesusastraan dunia umumnya, khususnya Indonesia. Salah satu sosok penyair dunia yang dikenalnya adalah penyair Chili: Pablo Neruda. Dan tak heran kalau dia suka membaca, khususnya sederetan sastrawan dan penyair Indonesia. Seperti antara lain Chairil Anwar, Joko Pinurbo, WS Rendra, Wiji Thukul dan sudah tentu Pramoedya Ananta Toer yang ujar katanya dijadikan Kutipan yang paling disenangi: “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”

Menjelang Kelahiran Antologi Suara-Suara Dari Pinggiran


Salam bahagia kepada anda semua, terutama kepada segenap anggota Kelompok Studi sastra Bianglala dan komunitas haiku Danau Angsa. Hari demi hari terlewati, akhirnya proses penerbitan antologi puisi mbeling Suara Suara dari Pinggiran semakin mendekati proses kelahirannya. Antologi puisi ini sepertinya akan menjadi sebuah antologi yang khas dan berkualitas.
Kata pengantarnya ditulis oleh Remy Sylado, penyair, novelis, aktor dan ahli bahasa, pencetus gerakan puisi mbeling di tahun ’70-an, yang mewarnai sejarah sastra Indonesia. Esai pembuka ditulis oleh Heru Emka dan esai penutupnya, ditulis oleh Cunong Nunuk Suraja. Gambar sampulnya dibuat oleh Eddie Hara, perupa kontemporer kita. Oh ya, Eddhie Hara telah datang dari Swiss ke Semarang 10 November silam ) untuk menyerahkan printing art-nya kepada saya ). Terima kasih Eddie !
Yang membuat saya bahagia adalah selain banyak bergabung nama-nama beken dari dunia sastra kita, banyak juga nama-nama baru dari para penyair muda, dengan karyanya yang menggigit dan menggemaskan. Lebih dari 50 nama berhimpun dalam antologi ini, yang akan diterbitkan oleh Kelompok Studi Sastra Bianglala. Di bawah ini adalah nama-nama para penyair yang akan menjadi bagian dari antologi ini. Bila anda berminat untuk bergabung, belum terlambat. Kirimkan 20 puisi mbeling anda, berikut foto dan biodata ke heruemka@yahoo.com, hingga 5 Desember 2011.
Inilah daftar para penyair antologi puisi mbeling Suara Suara dari pinggiran :

Membaca Tabir Kalbu Mahasiswa Kontemporer

(Catatan Kecil untuk Puisi Parade Tiga Kampus)

Oleh; Herman RN

Puisi sebagai sebuah karya sastra yang “merdeka”, yang lahir dari proses kontemplasi mendalam bukanlah milik penyair sudah jadi semata. Akan tetapi, orang yang sudah berhasil menulis puisi dan produktif di wilayah kerjanya (menulis puisi) akan disebut sebagai penyair adalah sebuah keniscayaan. Pertanyaannya, bagaimanakah bila yang melakoni itu mahasiswa?

Sejatinya, banyak penyair Tanah Air di era kontemporer tercatat sebagai mahasiswa di salah satu perguruan tinggi—baik negeri maupun swasta. Di warkah ini, saya tak mesti menyebutnya satu per satu. Namun, dapat diamati dari berbagai lomba cipta puisi yang diadakan di berbagai daerah, peserta yang ikut kebanyakan dari mahasiwa. Bahkan, ada pula yang memang namanya “Lomba Cipta Puisi Tingkat Mahasiswa”. Lantas, saat mahasiswa tersebut berhasil meraih penghargaan, sebagian kecil mulai menggerayangi kerja penciptaan puisi sehingga ia pun diakui sebagai penyair, bolehkah?

Sulit memang mencari identitas kepenyairan dalam diri seseorang: apakah karena ia telah berhasil menulis sebuah puisi dan menang dalam sebuah lomba akan dikatakan sebagai penyair; atau mereka yang tidak menang lomba tetapi puisinya dimuat di salah satu media (koran) baru disebut sebagai penyair; atau mereka yang tak pernah menang lomba dan tak pernah dimuat di media, tetapi puisinya sudah pernah dibukukan dalam antologi bersama penyair lain yang boleh dikatakan sebagai penyair; atau mereka yang puisinya tidak pernah menang lomba, tidak pernah dimuat media, tidak pernah dibukukan dalam antologi bersama,

"dua penyair di balik bing" - jojo mohak jalang dan delima de wilde sri"


Penulis: Hudan Hidayat


jojo jalang
cinta di balik puisi

Lembaran lama diantara sejuta puisi
Ini ada sedikit diksi tertunda ke beranda matamu
Dikala malam menjemput mimpi-mimpi indah
Menemanimu bersemayam lembaran puisiku
Ketika untaian kata bertegur sapa dengan ingatan
Beberapa ucapan kegelisahanku berserakan
Diantara lembaran putih untukmu

Ini ada sedikit puisi
Di balik sejuta daya imajinasiku
Beberapa bulan yang lalu
Dengan berat hati
Aku berkata padamu
“Cinta di balik puisi”

2010

Antologi Puisi Seratus Penyair Dunia Maya

Kami, dari Kelompok Studi Sastra Bianglala, telah mencoba menjadikan Facebook ini sebagai media budaya alternatif, untuk memelihara semangat mencintai sastra Indonesia.Kami tak saja menyediakan ruang bagi puisi, cerpen dan esai sastra ( terima kasih untuk teman-teman yang sudah bergabung dan memanfaat ruang maya ini untuk berbagi semangat mencintai sastra Indonesia ) namun juga mengupayakan penerbitan alternatif dan pembelajaran penulisan kreatif melalui dunia maya. Tentang pelatihan menulis kreatif, saya dan beberapa teman sedang menyusun pola dan metodenya. Sedangkan poenerbitan alternatif, sudah dimulai dengan menerbitkan antologi haiku Danau Angsa ( bekerja sama dengan Gramedia Pustaka Utama ) dan bukunya kini sudah beredar luas di seluruh took buku Gramedia di Indonesia.
Sebagai tindak lanjutnya, akan segera diterbitkan juga tiga antologi puisi lagi. Yang pertama adalah antologi haiku Danau Angsa 2. Yang ini khusus berisi haiku karya 50 penyair perempuan Indonesia, dan penggarapannya sedang berjalan.
Yang kedua adalah penerbitan antologi Suara Suara dari Pinggiran ( Voices From The Edge ) yang berisikan Puisi Mbeling karya 50 penyair Indonesia. Kata pengantarnya ditulis oleh Remy Silado, sastrawan dan penggagas gerakan puisi mbeling di tahun ’70-an. Esai pembuka ditulis oleh Heru Emka, esai penutup ditulis oleh Cunong Nunuk Suraja, sedangkan gambar sampulnya dibuat oleh Eddie Hara, pelukis kontemporer kita yang kini bermukim di Swiss. Antologi ini memuat puisi alternatif yang menyegarkan khasanah sastra Indonesia, dari para penyair beken seperti Yudhistira ardi Nugraha, F. Rahardi, hingga penyair pemula seperti La Rose Djayakusuma dan Ratnaq Dewi Barrie.
Yang ketiga adalah penerbitan antologi puisi Seratus Penyair Dunia Maya, yang berisi seratus puisi terpilih dari para sahabat kita di dunia maya. Antologi ini bukanlah sekedar antologi puisi dunia maya, seperti biasanya, karena rencananya akan diterbitkan dalam dua bahasa ( Inggris dan Indonesia ) dan akan didistribusikan juga di manca negara.

Nyak Maneh

Karya Deddy Firtana Iman


Mimpinya tak banyak
Untuk membahagiakan
orang-orang terkasih
Pakaian usang
Memakai topi jerami
Sandal jepit
Keranjang sampah
dan mulai berjalan lurus ke depan
Sambil mewaspadai gerak-gerik angin
Menemani setiap langkah kakinya
Napasmu
Melaju bayang-bayang semu
Mengukir pejanggal perut
Mengalir di setiap gerakan tangan
Kakinya berkerut
Dan tubuhnya kurus
Tak pernah lelah mengais rezeki
Dalam tumpukan sampah
Penuh dengan bau busuk
Dan berbagai penyakit
Tak mengusiknya untuk berhenti

Matanya gesit
Tangannya cekatan
Ada kaleng, botol plastik
Dan semuanya bisa dijual
Dikumpulkan dalam keranjang sampahnya
Untuk sesuap nasi di hari ini

Deddy Firtana Iman bergiat di Komunitas Kanot Bu.

Dimuat Minggu, 11 Desember 2011 08:19 WIB