Tak mampu bayar penerbit, ini buku kami terbitkan sendiri
|
Menerka Gerak-Gerik Angin @Herman RN |
HEMBUSAN
bayu dan suhu terik tak mampu mengalahkan semangat beberapa anak muda di Taman
Sari Banda Aceh. Mereka sedang menikmati pagelaran Piasan Seni 2013 Kota Banda
Aceh, yang berlangsung 21-24 Agustus 2013.
Beberapa
lelaki sedang berkumpul santai pada stan masing-masing. Ada yang sedang memetik
gitar, ada yang sibuk membereskan asesoris stannya. Seorang lelaki asyik
menabuh genderang di barisan stan Sastra. Tampak pula beberapa lelaki lain
sedang golek-golek di ruang 9 x 3 meter itu.
Stan
itu mestinya 3 x 3 meter. Hanya saja, ada tiga komunitas sastra yang membuka
tabir stan mereka sehingga stan itu tampak panjang, bersatu mejadi 9 meter. Ada
Komunitas Jeuneurop, Komunitas Kanot Bu, dan Forum Sastra Kedai Kopi.
“Kami
sepakat tidak menyekat stan kami seperti stan orang lain. Ini sastra.
Orang-orang sastra harus bersatu,” ujar Idrus dari Komunitas Kanot Bu.
Bagian
depan setiap stan terpajang sejumlah buku. Pada stan Komunitas Jeuneurop ada
buku Negeri dalam Sepatu. Buku yang diterbitkan oleh Bandar Publishing itu
ditulis oleh Zahra Nurul Liza, dkk.
Yang
lebih menarik adalah buku-buku yang terpajang pada halaman stan Kanot Bu. Di
sana ada Sang Sui kumpulan sajak Idrus bin Harun, Reza Mustafa, Fuadi Syukri,
Edi Miswar. Ada juga Setelah Putera Mahkota Dipancung kumpulan cerpen Edi
Miswar, Menerka Gerak-Gerik Angin puisi Deddy Firtana Iman, Risalah Waroeng
Kopi esai Reza Mustafa dan Idrus bin Harun.
Yang
membuat buku-buku itu menarik adalah perkara penerbit. Buku itu mereka
terbitkan secara indie dengan kertas kuarto yang sudah “dipotong” seukuran B5.
Nama penerbitnya juga unik, tansopakoPRESS. Jika dimaknai kosa kata Aceh itu
kurang lebih ‘Tak ada yang peduli PRESS’.
Buku-buku
itu sudah mereka terbitkan sejak dua tahun terakhir. Pengakuan anggota
Komunitas Kanot Bu, mereka sengaja mencetak buku itu alakadar dengan jumlah
yang alakadar pula karena tersangkut dengan dana cetak.
“Kami
tak mampu membayar penerbit, maka kami ceta
k sendiri,” ujar Deddy Firtana Iman.
Tahun
2013 ini, Kanot Bu dengan tansopakoPRESS-nya menerbitkan dua buku lagi. Buku
itu berjudul Perempuan Aroma Hujan puisi Cut Dini Desita dan Hikayatul Hisbah
kumpulan hikayat Fuady, Reza Azhar, Idrus bin Harun.
Lagi-lagi
mereka hanya menggunakan jasa fotokopi dan mereka jilid buku-buku itu seadanya
pada percetakan lepas. Itu semua terpaksa mereka lakukan, karena mereka belum
mampu membayar penerbit.
“Kami
merasa bertanggung jawab mengisi kekosongan buku-buku di Aceh, maka kami
berusaha menerbitkan karya-karya kami. Kelihatannya memang seperti main-main,
tapi kami sungguh-sungguh. Hanya saja, inilah kemampuan kami,” tutur Fuady.
Saat
disinggung soal ISBN, menurut Fuady, tak ada hukum di negeri ini yang melarang
orang menerbitkan buku hanya karena tak ada ISBN. “Biaya cetak fotokopi saja
kami rogoh dari kantong sendiri. Kami jual buku ini dengan murah hanya untuk
mengganti harga cetak. Dengan percetakan seadanya begini, bagaimana mungkin
kami cetak pakai ISBN segala?” katanya.
Harga
buku-buku mereka semua dibandrol Rp25 ribu per buku, untuk semua judul dan
genre. Kata Fuady, mereka sudah merasa puas dan nikmat tatkala ada anak-anak
Aceh yang mau membaca buku-buku tersebut.
“Soal
kualitas karya, insya Allah kami tidak main-main. Sebagian besar karya dalam
buku-buku kami adalah karya-karya kami yang sudah dipublikasi pada beberapa
media. Mungkin kelemahan kami hanya soal belum mampu membayar penerbit,” papar
alumnus Gelanggang Mahasiswa dan Satra Indonesia (Gemasastrin) FKIP Unsyiah
itu.
Dalam
anggapan Deddy dan kawan-kawan, menerbitkan buku zaman sekarang sudah beda
dengan zaman dulu. Jika dulu, penulis dapat bayaran dari penerbit, sekarang
malah penulis yang harus bayar penerbit.
Namun,
tambah Deddy, ini tak berlaku pada semua penerbit. “Beberapa penerbit masih ada
yang profesional, mereka bayar penulis. Hanya saja, sebagian penerbit harus
kita bayar kalau mau karya kita diterbitkan,” ujar Deddy, mahasiswa angkatan
2006 FKIP Unsyiah yang akan wisuda akhir bulan ini.[]
Herman
RN