Thursday, 25 July 2013
"Mawar" Aris Irawan yang Mencari Kehidupan
Mawar
Karya Aris Irawan
Saat senja aku mencari mawar
Diantara belukar rupawan
Akankah mau dihinggapi kumbang kesepian?
Rupawan menyingkirlah
Sisakan satu dengan mawar terindah
Yang rela dirangkai
Yang mau dihias di hati
Baik, Ini yang terbaik
Tapi rupawan dimana mawarmu
Apa kau tak bawa?
Atau memang kau tak punya?
Aku tak terlalu egois kan, rupawan?.
..Ah, bodo
Masih banyak mawar di belukar sana
Akan kutemukan mawar lain dari rupawan lain Yakin!
Bicara persoalan bunga mawar, kita selalu diindahkan dengan penampakan tangkai yang berduri dan berwarna hijau. Di taman bunga atau sekedar melihatnya di halaman rumah kita sendiri. Namun, bunga itu ada juga yang tak sengaja kita alamatkan di dalam pikiran kita. Seperti contoh pada puisi di atas yang juga berjudul “Mawar”. Berikut perkenalannya di antara puisi tersebut:
Saat senja aku mencari mawar
Diantara belukar rupawan
Akankah mau dihinggapi kumbang kesepian?
Telah kita ketahui permulaannya puisi itu hanya menggambarkan letak posisi mawar yang ingin dibicarakan oleh si “aku” pada puisi tersebut. “Diantara belukar rupawan” dan “Akankah mau dihinggapi kumbang kesepian?” Sampai di situ puisi ini telah mengajarkan kita tentang mawar dan kumbang. Baik buruknya sesuatu itu akan dimulai oleh pengelihatan kita sebagai manusia:
Sisakan satu dengan mawar terindah
Yang rela dirangkai
Yang mau dihias di hati
“Sisakan satu dengan mawar terindah/ Yang rela dirangkai / dan Yang mau dihias di hati”. Jawaban si penyair telah menguraikannya untuk si pembaca tentang mawar yang ingin dirangkai di dalam hati. Sebagai hiasan keindahan. Mungkin. Dan jawaban itu bias dinilai sebagai penerimaan atau sekedar melupakan penyesalan untuk mendapatkan yang lain:
Masih banyak mawar di belukar sana
Akan kutemukan mawar lain dari rupawan lain Yakin!
Jawaban di akhir puisi ini sebagai penentu jawaban kenapa bunga mawar sebagai judul puisi dan kenapa juga si “aku” masih mencari penggantinya yang lain sebagai pengisi kekosongan di taman bunga? Atau sang penyairnya telah menemukan jawabannya sendiri ketika puisi ini belum selesai ditulisnya.
Sumber: Cendol
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment