Beranda Judul

Thursday, 6 October 2011

Deddy Firtana Sang Penyair

Nota Ringkas


Oleh A.Kohar Ibrahim


KERAP kali datang rangkaian pertanyaan dari kalangan generasi muda sekaitan dengan aktivitas-kreativitas tulis menulis. Salah satunya pertanyaan tentang kepenyairan. Seketika aku jadi teringat sekian waktu yang lalu, nada ranya nyaris serupa pun diajukan kepada penyair Sejuta Puisi Hasan Aspahani. Yang memberi jawaban cekak-aos: Penyair ya menulis syair.


Dalam variasi ekspresi lainnya, aku sering bilang bahwasanya: Penulis ya menulis dan pelukis ya melukis. Hasil nyata kreativitas bukti utamanya. Sekaligus bukti esksistensinya.


Begitulah anggap tanggapanku akan sorang seperti Deddy Firtana Iman, kelahiran Banda Aceh 21 Juni 1986. Penerima pendidikan setelah di SMA Negeri Banda Aceh lantas lanjut ke FKIP UNSYIAH Pendidikan Bahasa Dan Sastra Indonesia.


Maka tak mengherankan jikalau putera Negeri Serambi Mekah ini punya perhatian pada kesusastraan dunia umumnya, khususnya Indonesia. Salah satu sosok penyair dunia yang dikenalnya adalah penyair Chili: Pablo Neruda. Dan tak heran kalau dia suka membaca, khususnya sederetan sastrawan dan penyair Indonesia. Seperti antara lain Chairil Anwar, Joko Pinurbo, WS Rendra, Wiji Thukul dan sudah tentu Pramoedya Ananta Toer yang ujar katanya dijadikan Kutipan yang paling disenangi: “Kalian boleh maju dalam pelajaran, mungkin mencapai deretan gelar kesarjanaan apa saja, tapi tanpa mencintai sastra, kalian tinggal hanya hewan yang pandai.”


Maka tak heran pula, wajarlah, jikalau Deddy mengayomi itikad menjadi penulis atau penyair yang berkemampuan menyampaikan sesuatu yang bermakna demi menggugah kesadaran manusia sesamanya. Suatu itikad selaras kesadaran yang mendasar.


ITIKAD Deddy memang layak simak layak perhatian lantaran selain mendasar sekalian juga mengantar hari depan. Dan sudah terbuktikan oleh hasil kreasi pulisi berupa sajak-sajak yang disiar di beberapa media cetak pun elektronika. Seperti antara lain “Serambi Indonesia” dan “Harian Aceh” edisi Minggu serta di Majalah “Lensa Unmuha”. Juga naskah puisi termaktub dalam antologi “Tsunami Kopi” dan“Lelaki Di Gerbang Kampus”.


Kesan yang diperoleh dari menyimak berkas sajak-sajak Deddy Firtana pertama-tama iyalah kekonsekwenannya menghayati itikadnya dan selanjutnya terkesankan pula akan bakatnya sebagai penyair berkesadaran untuk apa menulis itu. Puisinya rangkai kata kata lugas tertata apik, sarat ungkapan berirama sederhana tanpa keganjenan intelektualita yang tak mudah tercerna bagi pembaca kebanyakan. Puisinya nyanyian jiwa – karenanya mampu menyentuh sesamanya. Puisinya lagu manusia.yang bervariasi dalam ekspresi juang perjuangan hidup kehidupan. Suka dan duka kehidupan. Berdimensi lokal sekaligus internasional global. Seperti ungkap mengungkapkan manifestasi aksi kekerasan alam Tsunami. Seperti manifestasi aksi kekerasan sang pembelah batu demi cari rezki – semata mata bukti bakti Sang Ibunda membesarkan anak-anaknya. Seperti perhatian sekalian perasaan simpatinya pada perjuangan rakyat Palestina melawan tindak ketidak-adilan dan kekerasan Israel. Seperti juga pengungkapan tentang peristiwa yang berawal dari Gerakan 30 September 1965 dan kelanjutannya berupa Tragedi Nasional.


Berikut ini saya turunkan beberapa kreasi puisi berupa sajak-sajak Deddy Firtana Iman sebagai perkenalan pertama.

*


Kumpulan puisi

Karya: Deddy Firtana Iman


Coretan penuh makna

Goresan penuh sukma

Aku menuliskan puisi

Sambil melamun sendiri

Diantara mimpi suci

Satu dua tiga

Jadilah cerita cinta

Puisi lengkap nada senja

Dan puisiku melanglang buana

Diantara mimpi tertunda


2009

*


Air Mata Ibu

Karya: Deddy Firtana Iman


Ibu mengayuh tangan

menghajar batu kekal

di tepi gunung yang jurangya memikat

kematian


Pulang-pulang

tanganya berlumuran darah

baju basah kuyub

segoni batu-batu telah didapatnya

dengan perasaan yang galau

penuh tanda tanya yang mengherankan

“untuk apa kita hidup

hanya berbekal penipuan yang angkuh

sirna dihapus hujan

tidak abadi dihinggap matahari”


Kami semuanya terdiam

mendengar jerit hatinya

mulai mengeluarkan air batu

dari bola matanya yang resah

aku pikirkan jerit hatinya

tentu saja tapak tanganya

tiada berhenti untuk bekerja

memenuhi kebutuhan kami

hingga Ibu meninggal dirintih kesakitan

oleh hidup melarat kemiskinan


(2009)


*Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"

Minggu, 11 April 2010

*



Palestina

Karya: Deddy Firtana Iman


Terluka, kaku dan kelaparan

Dihantam duka keganasan Israel

Doaku untukmu

Walaupun kutahu

Negaramu masi terancam mencekam

Sudikah diriku

Mengorbankan nyawaku untukmu

Kurasa belum cukup akan

Mayat yang bergelimpangan dihadapanmu


2009

*



Uang Rakyat

Karya: Deddy Firtana Iman


Tersenyumlah dengan kemewahan

Bangga akan kemenangan

Harta kekayaan demi kekuasaan

Uang rakyat dan penindasan

Kami tertindas

Merasakan terhempas

Oleh penguasa yang beringas

Pejabat duduk hingga puas

Semuanya serba pas

Hingga rakyat tewas

Lalai akan tugas


2009

*



Januari

Karya: Deddy Firtana Iman


Korban kekerasan

Tikamlah aku

Sebelum saatnya


Korban keganasan

Injaklah aku

Sebelum kumarah


Korban kebohongan

Tipulah aku

Sebelum kusadar


Korban kebencian

Hinalah aku

Sebelum aku pergi


Januari

Itulah cerita negeri kami

Para penjilat lidah menari

Sebelum esok berganti Juni


2009


Dimuat di majalah "Lensa Unmuha" edisi VI/Maret 2009

*



Munajat Burung Merak

Karya: Deddy Firtana Iman


Siapa sangka

Tulisanya telah tertulis di batu nisan

Hingga tertidur dengan senyum

Hingga hujan pun membasahi kota kami

Mendengarkan kepergianya


Hilang sudah

Suaranya yang bergetar itu

Kepakan sayapnya yang megah itu

Warna yang merekah itu

Kembali kepadaNya


2009


Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"

Minggu, 13 September 2009

*



Munajat Natijah

Karya: Deddy Firtana Iman


Kebahagianku dariMu

Milikku adalah milikMu

Segalanya.


Kesabaranku belum dapat diukur

Dengan keimananku

Tunjukkanlah jalanMu

Semoga aku dapat menikmati buah Kurmamu

Ketika Ramadhan berkumandang Sahur

Terwujudlah kesabaran dan keimananku untukMu


Buah-buahan

Kenikmatan tiada tara

Setara atau pun tidak

Adalah milikMu

Munajat Natijah


2009


Dimuat di koran lokal "Harian Aceh"

Minggu, 13 September 2009

*



Gerakan 30 September

Karya Deddy Firtana Iman


Ade Irma Suryani Nasution

Si gadis kecil dipelukan ibunya

terdiam berbalut perih

tertembak!


Kebengisan mereka mengudara

ke pusat ketakutan manusia

bercampur bingkisan kematian

Lubang Buaya tertutup darah

setelah penangkapan

pembantaian sayap kanan

membanjiri Sungai Brantas

“terbendung mayat”


Monumen Pancasila Sakti

bertaburan bunga-bunga kesedihan

tentang kepergian Pahlawan Revolusi


Tangisan Ketakutan

Indonesia

melahirkan manusia-manusia

penindasan berlandaskan

Pancasila yang kaku

atau ompongnya ketuhanan

terhadap diri sendiri


Suara rentetan senapan

suara jeritan kematian

suara ancaman penindasan

dan suara peguasa

masih menghantui kita


Indonesia

memperkuat boneka kekuasaan

terjebak sejengkal isi perut

dan kematian mengejar

manusia sebatas kebohongan


*



Catatan :

Nota Ringkas A.Kohar Ibrahim « Deddy Firtana Iman Sang Penyair » ini pertama disiar Facebook 5 Oktober 2011.

* Deddy Firtana Iman


Sumber : Abdul Kohar Ibrahim

No comments: